MY PROFIL

Foto Saya
BIMA ALL AZIS
hanya kita yg dapat menentukan kemana kita dan apa yg akan kita raih kedepannya !!
Lihat profil lengkapku

(^_^)


Senin, 16 April 2012

Suatu ketika, Raden Permadi didatangi sekelompok “orang kampung” dalam keadaan cemas. Kelompok orang tersebut minta pertolongan sang ksatria untuk menumpas sekawanan perampok yang sedang merajalela di kampungnya.
Terdorong rasa kemanusiaan yang mendalam, apalagi mentaati posisinya sebagai penjaga ketentraman, Raden Permadi tanpa pikir masuk ke gudang senjata, mengambil panah sebagai sarana untuk menghadapi pengacau.
Betapa terkejutnya dia, karena didapati kakaknya, Raden Yudisthira sedang memadu kasih dengan Dewi Drupadi. Suatu tindakan tidak sopan bagi adik untuk menyaksikan keadaan ini. Apa boleh buat, dia tetap memasuki gudang, mengambil senjata untuk membantu rakyat.
Setelah selesai menumpas perampok, sang adik menghadap kakaknya, mengahaturkan maaf. Sang kakak memaklumi dan membenarkan alasan kepentingan yang dihadapi adiknya, memaafkan. Sang adik yang sudah mengakui kesalahannya siap menerima hukuman, namun sang kakak tidak mau memberikan hukuman.

Menghadapi hal ini, Raden Permadi kemudian pamit pergi bertapa, mawas diri serta mencari jalan bagaimana agar tidak terjadi kesalahan yang terulang. Dia menghukum dirinya sendiri.
Itulah sekelumit kisah lama. Suri teladan yang terkandung perlu kita renungkan dan ambil hikmahnya.
Pada saat ini, banyak orang yang sulit untuk mengakui kesalahan yang pernah dilakukan, apalagi kalau ditegur oleh orang banyak.
Demi gengsi dan harga diri, dia berusaha untuk memebersihkan diri, mencari alibi dengan menunjukkan bahwa kesalahan bukan pada dirinya, namun pada pihak lain.
Kalaupun tidak ada orang yang pantas disalahkan, dia akan menyalahkan keadaan dan kondisi yang ada.
Apakah kita tidak ada usaha untuk memperbaiki paradigma baru yang masih tidak disepakati oleh orang yang punya hati nurani ?
Sudah merupakan suatu kewajiban hidup bahwa kita melaksanakan aktivitas. Mulai dari aktivitas dalam rumah kita sendiri, dalam lingkungan kampung, di tempat kerja, di tengah masyarakat, dalam lingkup negara maupun secara global, mendunia !
Kita punya kewajiban untuk menciptakan suasana yang tentram, menyenangkan dan penuh tenggang rasa dalam masyarakat.
Sebagian besar dari kita mendapatkan ajaran moral yang merupakan motivasi untuk hidup layak, sejahtera lahir batin dan meciptakan keselarasan dengan lingkungan manusia, binatang serta alam sekitar.
Suatu ekosistem bahwa kita hidup saling memerlukan dengan berbagai binatang, lingkungan dan alam. Romantika kehidupan menimbulkan bebagai masalah.
Kalau ada binatang kerbau, kuda, anjing, kucing dls yang bisa bersahabat dengan kita, da juga yang menjadi ancaman, seperti harimau, buaya, kalajengking, tikus dls.
Dengan akal sehat, kita berusaha menjadi saling membutuhkan dengan yang merugikan bagi kita, agar dapat dimanfaatkan.
Pada saat ini, saling memanfaatkan sesuai dengan “hukum alam” sudah berubah. Suatu paradigma baru yang ”valid” sudah terbentuk sesuai dengan proses kehidupan.
Kerbau, kuda, anjing, kucing dls bisa disembelih untuk dikonsumsi dagingnya, sementara harimau, buaya, kalajengking, tikus dls dijadikan binatang peliharaan, berarti mernjadi sahabat manusia.
Aliran sungai sudah tidak lagi memerlukan selokan, karena jalan raya sudah mempunyai dwi fungsi, tempat berlalu lalangnya kendaraan yang berisi manusia dengan segala keperluannya dan tempat belalunya air di kala hujan. Selokan sudah tidak mampu menampung air, sebagian air sudah melalui jalan raya baik di kota maupun di desa.
Kalau semasa “normal” wilayah pegunungan tidak pernah ada banjir, maka pada abad ke 21 ini tersebutlah banjir melanda wilayah Ungaran, Parakan serta beberapa wilayah pegunungan.


Dalam keadaan yang demikian, pada masa kini kita hidup, marilah kita mencari kesalahan pada diri kita sendiri.
Sudah layakkah kita hidup sebagai manusia yang punya cipta, rasa dan karsa ? Sudah benarkah kita bertindak sehingga kita tidak menyalahi norma susila maupun norma agama ? Sudah benarkah kita memelihara lingkungan dengan sesama manusia, binatang serta dengan alam ?
Sudah sanggupkah kita dengan potensi kecil yang kita miliki tidak membuang sampah sembarangan sehingga selokan tidak tersumbat ?
Sudahkah kita berani mengakui kesalahan yang kita perbuat dan memutuskan untuk menghukum diri kita sendiri agar masyarakat sekitar kita menjadi trentram dan damai ?
Mulai dari saat ini, hari ini seyogyangyalah kita menyadari bahwa diri kita masing-masing mempunyai potensi untuk memperbaiki keadaan menyedihkan yang kita alami.
Dengan penuh kerendahan hati, kita coba mengingat ajaran moral yang diajarkan ayah ibu kita. Sedikit apapun pesan beliau, diamanatkan pada kita untuk dilaksanakan.
Dengan penuh kekuatan nurani, kita bertekad untuk mempraktekkan ajaran agama yang penuh dengan nuansa perdamaian, pengorbanan serta perjuangan untuk sesama manusia.
Marilah kita bertekad (bukannya cuma nekad) untuk membuat diri kita lebih baik, menjauhkan semua perbuatan tercela untuk mengganti dengan perbuatan terpuji.
Kita dipuji tetap jangan sombong. Ingatlah ilmu padi, makin berisi makin tunduk.
Kita bertekad untuk memperbaiki diri sendiri, sekaligus akan memperbaiki Indonesia. Tidak usah ada rasa iri kalau orang lain tidak melakukan, tapi bertekadlah untuk melakukan.


1 komentar:

Unknown mengatakan...

nice sahre sobat...!!! jadi termotivasi dan teringat ilmu padi yang disarankan guru ane wktu SD...!!!

Posting Komentar